Selasa, 25 Desember 2012

Implikasi Penerimaan Pancasila sebagai Ideologi Terbuka



Oleh: Bella Tulus Ariana

Hakekat Pancasila
Pancasila merupakan hasil berfikir secara kefilsafatan, suatu hasil pemikiran yang mendalam dari para pendiri negara Indonesia, yang disyahkan sebagai dasar filsafat negara pada tanggal 18 Agustus 1945. Dengan demikian Pancasila merupakan konsensus filfasat yang akan melandasi dan memberikan arah bagi sikap dan cara hidup bangsa Indonesia.


Beberapa pemikir mengatakan bahwa Pancasila merupakan :


1.     Driyakarya dalam tulisannya Pancasila dan Religi (1957) berpendapat bahwa Pancasila berisi dalil-dalil filsafat.
2.   Soediman Kartohadiprodjo, dalam bukunya Beberapa Pekiraan Sekitar Pancasila (1980) mengemukakan bahwa: Pancasila itu adalah filsafat bangsa Indonesia. Kelima sila itu merupakan inti-inti, soko guru dari pemikiran yang bulat.
3.      Notonagoro, dalam berbagai tulisannya berpendapat bahwa kedudukan Pancasila dalam negara RI sebagai dasar negara dalam pengertian filsafat. Sifat kefilsafatan dari dasar negara tersebut terwujudkan dalam rumusan abstrak umum universal dari kelima sila Pancasila.
4.      Dardji Darmodihardjo, mengemukakan bahwa Pancasila dapat dikatakan sebagai filfasat yang idealistis, theis, dan praktis.
Idealistik artinya dalam Pancasila berisi nilai-nilai atau fikiran terdalam tentang kehidupan yang dipandang baik.
Theis, artinya dalam Pancasila berisi filsafat yang mengakui adanya kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
Praktis, artinya dalam Pancasila bukan hanya berisi kebenaran teoritis, tetapi dititikberatkan pada pelaksanaannya.
5.  Soerjanto Poespowardojo, mengemukakan bahwa Pancasila sebagai orientasi kemanusiaan, bila dirumuskan negatif adalah :

a.       Pancasila bukan materialisme
Manusia menurut materialisme tidak berbeda dengan objek-objek lainnya. Subjektivitas manusia itu tidak masuk akal. Kepribadian manusia itu nonsens (tidak berguna), karena pada dasarnya yang menentukan segala-galanya adalah benda atau materi. Masalah ini akan menjadi sangat serius, jika manusia terjebak dalam scientisme, yaitu suatu bentuk mengagungkan terhadap iptek. Para filsuf modern telah menunjukkan akibat fatal dari paham ini. Erik Fromm mengatakan bahwa dalam masyarakat modern, manusia telah teralienasi (terasing) dari diri sendiri dan lingkungannya. Manusia tidak bebas, karena harus tunduk pada irama kehidupan teknologi. Teknologi diciptakan untuk manusia, bukan sebaliknya manusia teknologi.


b.      Pancasila bukan pragmatisme
Pragmatisme merupakan paham yang menitikberatkan atau meletakkan kriteria tindakan manusia pada pemanfaatan atau kegunaan. Pandangan pragmatisme kalau ditarik lebih jauh akan bermuara pada tindakan-tindakan yang inhuman. Baik dan buruk tidak ditentukan secara objektif lagi. Pancasila jelas tidak menganut ideologi pragmatisme. Hal ini bukan berarti Pancasila menolak tindakan-tindakan yang pragmatis dalam kehidupan bernegara, tetapi yang ditolak adalah ideologinya. Ideologi pragmatisme. Absolutisme artinya, ada upaya ke arah memutlakkan guna atau manfaat dalam kehidupan manusia. Mereka meletakkan nilai guna atau manfaat sebagai nilai yang tertinggi. Determinisme, artinya satu-satu faktor yang menentukan segala kehidupan adalah guna atau manfaat. Pancasila mengakui manusia sebagai pribadi yang bernilai pada dirinya sendiri (intrinsik) dan tidak boleh direduksikan ke bawah kriteria manfaat atau kegunaan saja.


c.       Pancasila bukan spiritualisme
F.W Hegel merupakan filsuf pertama yang memperkenalkan paham spiritualisme. Hegel mengatakan bahwa realita seluruhnya adalah perwujudan roh (spirit). Paham ini ternyata dalam kenyataan telah dipakai untuk melegitimasi tindakan otoriter dan tidak demokratis dari penguasa. Penguasa dapat saja memberi pembenaran terhadap tindakan yang sewenang-wenang sebagai tindakan roh yang sedang mewujudkan diri dalam realita atau kenyataan. Pancasila tentu saja menolak paham spiritualisme, tetapi mengakui adanya hal-hal yang bersifat rohani. Hal ini bermuara pada landasan ontologis Pancasila, yaitu manusia yang bersifat monodualisme (Notonagoro), khususnya dari susunan kodratnya, sebagai makhluk yang terdiri dari jiwa dan raga. Spiritualisme pada akhirnya bermuara pada tindakan-tindakan otoriter, mengekang kebebasan manusia. Hal ini berarti sudah tidak manusiawi lagi.



Dasar Pemikiran Pancasila sebagai Ideologi Terbuka 

                                                          
Pancasila bukan sekedar untuk difahami dengan penalaran yang jernih, tetapi juga untuk dihayati dalam batin serta diamalkan secara konsisten dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.


Masalah ini bukanlah sekedar masalah teoretikal murni. Gagasan konseptual yang di kembangkan bukan hanya mempunyai nilai teoretikal, tetapi juga mempunyai implikasi yuridis konstitusional, filsafat, ideologi serta politik. Pancasila juga akan mempunyai dampak besar kepada manajemen pembangunan nasional, karena negara Indonesia telah mencanangkan bahwa pembangunan nasional itu merupakan pengamalan Pancasila.


Faktor yang mendorong pemikiran mengenai Pancasila sebagai ideologi terbuka, diantaranya adalah:
Pertama, kenyataan bahwa dalam proses pembangunan nasional, dinamika masyarakat berkembang dengan amat cepat. Tidak selalu jawabannya bisa di temukan secara ideologis dalam pemikiran-pemikiran ideologi sebelumnya. Contoh tendensi globalisasi ekonomi yang merupakan ciri khas dari dunia pada akhir abad ke 20 dan diperkirakan akan berlanjut dalam abad ke 21 mendatang. Dalam kecenderungan ini, peranan besar tidak lagi dipegang oleh negara dan pemerintahan karena besar dan kompleksitasnya relatif lamban untuk menangani kecepatan tersebut. Peranan yang lebih besar dipegang justru oleh badan usaha swasta. Gejala baru ini memerlukan kejelasan sikap secara ideologis.


Kedua, kenyataan bangkrutnya ideologi tertutup seperti marxisme-leninisme/komunisme. Jika dengan ideologi terbuka dinamis dengan perkembangan lingkungan sekitarnya, maka dengan istilah ideologi tertutup memaksudkan ideologi yang merasa sudah mempunyai seluruh jawaban terhadap kehidupjan ini, sehingga yang perlu dilakukan adalah melaksanakannya bahkan secara dogmatik. Dewasa ini kubu komunisme dihadapkan kepada pilihan yang amat berat, untuk menjadi suatu ideologi terbuka atau tetap menjadi ideologi tertutup seperti selama ini Uni Soviet di bawah kepemimpinan Mikhail Gorbachev memilih langkah radikal menuju ideologi terbuka.


Ketiga, pengalaman sejarah politik NKRI sendiri di masa lampau sewaktu pengaruh komunisme sangat besar, karena pengaruh ideologi komunisme yang pada dasarnya bersifat tertutup, Pancasila pernah merosot menjadi semacam dogma yang kaku. Tidak lagi dibedakan antara aturan-aturan pokok yang memang harus dihargai sebagai aksioma yang di sepakati bersama, dengan aturan-aturan pelaksanaannya yang seyogyanya bisa disesuaikan dengan perkembangan. Dalam suasana kekakuan tersebut, Pancasila tidak lagi tampil sebagai ideologi yang menjadi acuan bersama, tetapi sebagai senjata konseptual untuk menyerang lawan-lawan politik. Kebijaksanan pemerintah  menjadi bersifat absolut, dengan konsekuensi perbedaan pendapat menjadi alasan untuk secara langsung dicap sebagai anti-Pancasila. Hal itu jelas tidak benar, dan perlu dikoreksi secara mendasar.


Keempat, tekad untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kualifikasi dalam hidup “bermasyarakat, berbangsa dan bernegara” menunjukkan bahwa ada kawasan kehidupan yang bersifat otonom dan karena itu tidak secara langsung mengacu kepada nilai Pancasila. Salah satu di antaranya adalah nilai-nilai religi. Peranan Pancasila dalam religi adalah mengayomi, melindungi dan mendukungnya dari luar. Agama serta kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu bahkan diharapkan menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi pembangunan nasional yang merupakan pengamalan Pancasila itu.



Implikasi Penerimaan Pancasila sebagai Ideologi Terbuka


Masyarakat dewasa ini telah menerima pandangan bahwa Pancasila merupakan ideologi terbuka. Proses penerimaan ini tidaklah mudah. Seperti juga halnya dengan setiap gagasan baru, masyarakat mula-mula menanggapinya dengan hati-hati. Rasa kekhawatiran dalam keterbukaan itu berarti diterimanya seluruh nilai apapun, termasuk yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar Pancasila itu, tapi ternyata bukan demikian halnya maka secara de facto masyarakat mulai mempergunakan konsep Pancasila ini sebagai acuan, antara lain sebagai landasan konseptual untuk kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi. Adalah jelas bahwa deregulasi dan debirokratisasi bukanlah merupakan liberalisasi yang mengandung konotasi dianutnya faham liberalisme. Deregulasi dan debirokratisasi adalah penyesuaian nilai instrumental Pancasila dalam bidang ekonomi, sambil tetap berpegang teguh pada nilai-nilai dasarnya yang bersifat kekeluargaan.Kemiripan dalam beberapa aspek tertentu, seperti juga akan ada perbedaan dalam hal-hal yang penting. Hal ini membawa kepada masalah berikutnya, yaitu implikasi dari penerimaan Pancasila sebagai ideolog terbuka yaitu perlu adanya: 



a.      Pendalaman Nilai-Nilai Dasar Pancasila


Pendalaman terhadap nilai-nilai dasar Pancasila itu sendiri di angkat dari khazanah kebudayaan bangsa Indonesia di daerah-daerah berdasar pasal 18 UUD 1945; dan sebagian lagi berdasar peluang yang dimungkinkan oleh pasal 32 UUD 1945 di ambil alih dari khazanah kebudayaan dunia.
Masyarakat belum sungguh-sungguh paham akan makna kultural sesungguhnya dari nilai-nilai itu. Sebagai seorang doktor hukum adat masyarakat bisa yakin bahwa Soepomo tahu persis apa yang dilakukannya dalam menyusun UUD 1945. Seyogyanya memiliki memiliki kedalaman pengetahuan serta kearifan yang dimiliki Soepomo untuk bisa benar-benar memahami yang beliau maksud.



b.      Pengembangan wawasan, doktrin, kebijakan, strategi dan hukum nasional


Keharusan berikutnya setelah memperdalam dan menjernihkan pemahaman mengenai nilai-nilai dasar Pancasila itu dan mengembangkan nilai-nilai instrumentalnya, antara lain dalam bentuk wawasan, doktrin, kebijakan, strategi dan hukum nasional. Sebabnya adalah karena nilai-nilaidasar Pancasila itu secara sengaja dibatasi oleh para pendiri negara kita pada “aturan-aturan pokok” belaka. Tanpa dijabarkan dalam ketentuan-ketentuan pelaksanaannya, maka aturan-aturan pokok itu akan tetap terbatas pada aturan pokok belaka. Penjabaran ini menyangkut dua kegiatan lanjutan.


     1. Pengembangan wawasan, doktrin, kebijakan dan strategi


Kegiatan lanjutan pertama adalah pengembangan wawasan, doktrin, kebijakan dan strategi, yaitu kegiatan konseptual yang diperlukan agar “aturan-aturan pokok” yang tercantum dalam UUD 1945 itu bisa dilaksanakan dalam praktek secara mantap.

 Secara teoretika, suatu “aturan pokok” yang sama bisa dijabarkan dalam berbagai wawasan, doktrin, kebijaksanaan dan strategi, yang bisa saling bertentangan dalam kenyataannya.Contoh, bahwa pemikiran filosofi historis materialisme Karl Marx bisa dijabarkan baik dalam wawasan sosialis yang moderat maupun wawasan komunis yang ekstrim. Perbedaan antara kedua varian Marxisme ini bukanlah dalam nilai-nilai dasarnya; tetapi dalam wawasan lanjutan, doktrin, kebijakan dan strategi pelaksanaannya. Karenanya, bagi kehidupan nyata, jabaran lanjut ini tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan pemikiran-pemikiran filsafati yang melatarbelakanginya.

Oleh karena itulah memandang perlunya pengembangan wawasan, doktrin, kebijakan serta strategi ini kita berikan perhatian secara khusus.

Wawasan adalah cara pandang yang lahir dari keseluruhan kepribadian manusia, terhadap lingkungan sekitarnya. Sifatnya adalah subjektif, dan bisa di pandang sebagai suatu rangkuman dan penerapan praktis dari pemikiran filsafati yang melatarbelakangi wawasan tersebut. Perlu adanya wawasan yang relatif lebih konkrit, karena rumusan filsafat bisa terasa amat abstrak.

Doktrin adalah suatu pedoman bertindak secara baku yang dipandang terbaik dalam menangani suatu bidang pada suatu saat yang dirumuskan dalam menerapkan suatu teori kepada kenyataan nyata, jika teori dan atau kenyataan berubah, maka doktrin harus diubah pula. Doktrin memudahkan kita menangani masalah-masalah yang sejenis, sehingga dengan demikian menghemat pikiran, tenaga dan waktu.

Kebijakan adalah serangkaian keputusan mendasar mengenai cara mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan berdasar filsafat, ideologi, wawasan serta doktrin.

Strategi pada dasarnya adalah rencana induk untuk melaksanakan suatu kebijakan, dengan mempergunakan sumberdaya yang ada. Strategi selanjutnya dijabarkan ke dalam program dan proyek, yang baik cakupannya maupun kedalamannya lebih khusus. 


2      Pengembangan sistem hukum nasional yang taat asas
Seluruh perangkat lunak, yaitu wawasan, doktrin, kebijakan dan strategi masih merupakan produk intelektual. Kekuatannya terletak pada kukuhnya penalaran yang melatarbelakanginya. Tetapi ada kelemahannya, yaitu bahwa seluruh tesis-tesisnya bisa dibantah dengan penalaran yang lebih kuat. Jika hal itu dibiarkan berkembang terus-menerus, kerugiannya adalah bahwa kita tidak akan mempunyai pegangan. Betapapun pentingnya seluruh kebebasan itu, dalam pelaksanaan diperlukan pegangan yang jelas. Kalaupun akan diubah, perlu dilaksanakan secara teratur dan berencana agar tidak menimbulkan kegoncangan dan kebingungan dalam masyarakat.

Dalam hal inilah timbulnya kebutuhan akan hukum. Hukum yang baik akan memberikan landasan yang kukuh dan pegangan yang pasti kepada seluruh pihak. Normanya dirumuskan dengan jelas dan sanksinya juga ditegaskan dengan lugas, dan berlaku dengan tidak pilih bulu terhadap setiap orang, seperti ditegaskan dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945.

Sudah barang tentu dengan hukum yang tidak baik kita akan menghadapi masalah. Hukum kolonial yang disusun dalam zaman penjajahan, yang bertujuan mengeksploitir tanah air kita untuk kepentingan negara asing yang jauh; atau hukum nasional sendiri yang disusun tanpa pola atau mengandung norma yang sudah ketinggalan zaman, akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan sekaligus akan membuka celah serta kesempatan untuk disalahgunakan yang merugikan masyarakat, bangsa dan negara.


c.       Mempersiapkan dan membangun kebiasaan masyarakat untuk setia kepada nilai-nilai moral serta norma hukum


Setelah nilai dasar dan nilai instrumental di benahi secara mantap, suatu langkah lanjutan  berikutnya yang harus di lakukan adalah mempersiapkan kebiasaan masyarakat untuk setia kepada nilai-nilai moral serta normal hukum yang telah disusun itu.

Hal itu tidak mungkin tumbuh dengan sendirinya. Salah satu sebabnya adalah karena negara nasional yang sedang di bangun dewasa ini adalah negara yang struktur dan prosedurnya modern, walaupun semangatnya tetap di sandarkan kepada faham kekeluargaan yang di warisi dari para leluhur. Perlu juga di ingat, bahwa tidak seluruhnya yang berasal dari leluhur itu di lanjutkan begitu saja. Ada proses aktif memilih mana yang sesuai dan mana yang tidak lagi sesuai dengan kebutuhan zaman sekarang. Feodalisme atau fanatisme kedaerahan yang sempit sudah seharusnya di buang.

Banyak konsep yang telah di kembangkan mengenai hal ini, seperti konsep disiplin nasional, tertib hukum, tertib sosial, stabilitas nasional, ketahanan nasional, ataupun penegakan hukum.konsep-konsep ini akan berkembang terus di masa datang.

Fakta yang lain yaitu bahwa baik pembangunan hukum maupun membangun kebiasaan masyarakat untuk patuh kepada nilai serta norma hukum itu akan memakan waktu. Menurut para pakar, Inggeris memerlukan waktu selama 400 tahun untuk membangun kesadaran hukum rakyatnya. Negara ini tentu tidak dapat menunggu selama itu. Seyogyanya bangsa indonesia dapat membangun hal itu dalam waktu yang lebih cepat secara berencana, melalui proses pendidikan politik yang bersifat partisipatif ataupun melalui program keluarga sadar hukum yang sudah mulai dilancarkan sekarang ini.

Menanamkan kesadaran hukum kepada warga masyarakat bukan berarti menanamkan disiplin mati, tetapi menanamkan keikhlasan, bahkan kegairahan, untuk secara rohaniah menerima nilai dan norma itu dalam sistem nilai pribadinya, dengan kesadaran bahwa jika semua orang berbuat sama, hal itu pada taraf terakhir juga akan memberi manfaat kepada dirinya sendiri.

Penanaman kesadaran hukum harus dilakukan secara persuasif dan edukatif sejak usia yang paling dini, sehingga kepatuhan kepada hukum akan merupakan suatu bagian dari watak serta kepribadian setiap orang. Dalam hal ini sudah barang tentu keluarga dapat memberikan peranannya yang besar. Dalam materi penataran P-4, sudah menyatakan bahwa keluarga memang merupakan salah satu jalur dalam pemasyarakatan P-4 itu.

Peranan berikutnya bisa diemban oleh kepemimpinan masyarakat, seperti kepemimpinan adat, kepemimpinan agama ataupun kaum terpelajar. Bukanlah tanpa maksud bahwa GBHN 1988 menyatakan bahwa pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa antara lain kita harapkan merupakan sumber inspirasi, motivasi serta spiritual bagi pembangunan nasional. Kaidah adat dan agama bisa mendukung perwujudan Pancasila dalam masyarakat, apalagi jika di ingat bahwa substansi nilai-nilai Pancasila itu sebagian berasal dari nilai adat dan agama itu, khususnya sila pertama, ke dua, dan ke empat. Saya mengira bahwa dalam sila ke tiga dan ke lima, kita juga menimba ilham dari khazanah kebudayaan dunia yang universal sejak abad ke 18 dahulu. Nasionalisme tumbuh dalam abad ke 18 di Amerika Serikat dan Eropa Barat, untuk kemudian berkembang dalam gerakan kemerdekaan dunia Timur. Keadilan sosial adalah merupakan tema perjuangan kaum terpelajar sejak awal abad ke 20.
Jika seluruhnya berhasil di wujudkan, baik di pusat maupun di daerah, pada suprastruktur politik maupun pada infrastruktur politik, maka kita dapat berkata bahwa kita sudah matang sebagai bangsa.



Pembatasan Keterbukaan Ideologi


Dalam bulan-bulan pertama dicanangkannya gagasan tentang ideologi terbuka ini banyak pertanyaan timbul dalam masyarakat apakah ideologi terbuka ini berarti segala ideologi dan tafsiran bisa diterima begitu saja dalam memahami dan menjabarkan nilai-nilai Pancasila. Hal itu memang perlu dijernihkan.

Secara teoretikal, sesungguhnya tidak mungkin bahwa segala ideologi dan tafsiran bisa diterima begitu saja dalam memahami dan menjabarkan nilai-nilai Pancasila. Hal itu bukan berarti suatu ideologi terbuka, tetapi malahan menunjukkan tidak ada ideologi sama sekali. Ideologi terbuka yang difahami sedemikian sama saja artinya dengan mengatakan Pancasila itu suatu ideologi.

Ideologi, yang berarti a system ideas, mensyaratkan adanya sistematik serta konsistensi dalam gagasan-gagasannya. Hal itu dengan sendirinya berarti bahwa unsur-unsurnya haruslah serasi, selaras dan seimbang satu dengan lainnya, jika mempergunakan terminologi P-4 sekarang ini. Ideologi serta gagasan yang tidak sesuai, apalagi yang bertentangan, sudah dengan sendirinya akan ditolak, jika ideologi yang bersangkutan tetap akan memelihara konsistensi dirinya.

Namun secara praktikal hal itu perlu ditegaskan secara lugas, karena istilah “terbuka” memang bisa diartikan macam-macam. Dengan mempergunakan penjelasan yang sudah saya sampaikan di depan tadi, maka yang terbuka untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar adalah pada tataran nilai instrumentalnya, dan bukan pada tataran nilai dasarnya.

Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, yang meliputi pandangan kita tentang kemerdekaan, tentang cita-cita nasional, tentang ke Tuhanan YME, tentang dasar negara, tentang sumber kedaulatan negara, dan tentang tujuan nasional, sudah di tempatkan sebagai aksioma yang tidak akan kita pertanyakan lagi.

 GBHN, Repelita, Undang-Undang dan peraturan perundangan lainnya bukan saja boleh, tetapi juga perlu di tinjau secara berkala agar tetap aktual dan sesuai dengan dinamika masyarakat Indonesia.

Dalam proses penyesuaian ini, seluruh rakyat Indonesia terlibat, baik secara perseorangan berdasar pasal 28 UUD 1945, secara berdaerah menurut pasal 18 dan 32 UUD 1945, maupun secara berorganisasi menurut Undang-Undang no. 3 dan 8 tahun 1985. Seluruh pemikiran yang berguna untuk kemajuan bangsa bukan saja boleh diutarakan, tetapi juga perlu ditampilkan. Memang itulah kondisi yang diperlukan untuk maju.batas-batas keterbukaan itu. setidaknya ada 2 pembatasan yaitu:

1)      Kepentingan Stabilitas Nasional

Sudah barang tentu, walaupun pada dasarnya semua gagasan untuk menjabarkan nilai dasar itu bisa diajukan, namun jika sejak dari awal sudah bisa diperkirakan gagasan itu akan menimbulkan keresahan yang meluas, selayaknya dicarikan momen, bentuk, serta metoda yang tepat untuk menyampaikannya.


2)      Larangan terhadap ideologi Marxisme-Leninisme/Komunisme

 Korea Utara dan Kuba masih merupakan penganut komunisme yang gigih. Keterbukaan ideologi Pancasila pada tataran nilai instrumental tidak berarti bahwa kita juga membuka diri kepada wawasan faham komunisme ini. Sebaliknya, malah mengharuskan kita untuk waspada terhadap kerawanan kita, agar baik secara sadar maupun secara tidak sadar jangan sampai mempergunakan wawasan doktrin, kebijakan dan strategi yang bersifat marxis-leninis/komunistis itu. Salah satu ciri dari faham ini adalah wawasannya tentang kontradiksi permanen, tentang tidak dapat didamaikannya konflik yang ada sampai salah satu pihak yang bertentangan hancur sama sekali. Salah satu cirinya yang lain yang harus diwaspadai adalah penghalalan segala cara untuk mencapai tujuannya



Kesimpulan
          Implikasi penerimaan Pancasila sebagai ediologi terbuka memerlukan adanya pendalaman terhadap nilai-nilai dasar Pancasila itu sendiri. Sebagian dari nilai-nilai itu di angkat dari khazanah kebudayaan bangsa indonesia sendiri di daerah-daerah berdasar pasal 18 UUD 1945; dan sebagian lagi berdasar peluang yang dimungkinkan oleh pasal 32 UUD 1945 di ambil alih dari khazanah kebudayaan dunia, serta menjernihkan pemahaman mengenai nilai-nilai dasar Pancasila itu dan mengembangkan nilai-nilai instrumentalnya, antara lain dalam bentuk wawasan, doktrin, kebijakan, strategi dan hukum nasional dan mempersiapkan kebiasaan masyarakat untuk setia kepada nilai-nilai moral serta normal hukum yang telah disusun itu





DAFTAR PUSTAKA

Moerdiono. dkk. 1992.Pancasila Sebagai Ideologi. Jakarta: Perum Percetakan RI
Rukiyati. dkk. 2008.Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: UNY Press
Lanur Alex. 1995. Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka. Yogyakarta: Kanisius







0 komentar:

Posting Komentar

 
;